
Pernahkah kita mengalami suatu kondisi dimana rasanya begitu terbenam dalam emosi tersebut sehingga membuat kita seakan sulit untuk bernafas ? Mungkin kalau itu emosi yang menyenangkan, rasanya kita ingin berlama-lama tenggelam di dalamnya. Tenggelam dalam lautan kegembiraan, danau sukacita, dan bahkan samudra damai sejahtera. Namun kalo itu emosi yang tidak menyenangkan bahkan menyakitkan jiwa, tentu saja kita ingin sekali melompat dari kubangan kemarahan, kesedihan, keputusasaan dan menghirup udara segar kebebasan. Betulkah emosi adalah sekedar perasaan ? Dan apakah benar kondisi disekitar kita adalah penyebab munculnya emosi dalam diri kita ?
Ada satu ilustrasi yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Sebagian besar dari kita pasti pernah merasakan betapa sakitnya sakit gigi. Saya sendiri belum pernah merasakannya, namun kata orang rasa sakitnya sampai ke ubun-ubun. Suatu kali ada seorang yang sedang sakit gigi dan ia nekat memakan setangkup ek krim cone. Sambil memegangi pipinya, ia menyalahkan penjual es krim yang sudah membuat giginya yang berlubang itu terasa sakit.
Konyol memang kalau kita membaca cerita di atas. Orang yang sakit tersebut menyalahkan penjual es krim, yang notabene tidak tahu menahu tentang sakit giginya. Dengan mudahnya kita pasti akan berpikir bahwa seharusnya orang tersebut menyadari bahwa penyebab yang sebenarnya adalah giginya yang sedang berlubang
Namun tidakkah kita sebenarnya seringkali bertindak seperti yang orang tersebut lakukan ? Kita marah-marah berkepanjangan karena pasangan kita lupa akan janjinya, frustasi karena gagal mendapatkan tender, depresi karena ditinggal oleh kekasih kita, putus asa karena gagal masuk perguruan tinggi yang kita idam-idamkan dll. Hal tersebut sama saja dengan saat kita menyalahkan penjual es krim pada saat gigi kita terasa sakit.
Pernahkah kita menyadari bahwa pada saat yang sama ada banyak orang yang mengalami hal yang sama namun memiliki respon yang berbeda ? Mereka sama-sama dikecewakan oleh pasangan, gagal dalam persaingan mendapatkan tender, ditinggal kekasih dan gagal tembus perguruan tinggi impian, namun tidak semua dari mereka memiliki respon marah-marah, frustasi, depresi, putus asa, dll.
Kembali kepada pertanyaan di atas. Apakah emosi adalah sekedar perasaan akibat dari kondisi di sekitar kita. Ternyata tidak. Emosi lebih tepatnya adalah respon kita terhadap sesuatu yang kita percayai. Penyebab utama dar emosi negatif adalah kepercayaan atau pikiran kita yang salah, kondisi di sekitar kita yang tidak menyenangkan hanyalah merupakan pemicu. Sama dengan ilustrasi di atas, es krim hanyalah pemicu sakit gigi, penyebab sebenarnya adalah gigi kita yang berlubang.
Bagaimana selama ini kita mengisi pikiran kita ? Apakah kita mengisi pikiran kita dengan pikiran pikiran negatif atau positif ? Saat kita gagal, apakah kita mengisi pikiran kita kita dengan pikiran bahwa masa depan kita akan hancur ataukah kita berpikir bahwa kegagalan adalah awal dari keberhasilan kita. Saat orang yang kita kasihi meninggalkan kita, apakah yang terlintas dalam pikiran kita adalah bahwa hidup kita pasti akan menderita ataukah kita mengisi pikiran kita dengan pengharapan ?
"Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dengan dirinya sendiri demikianlah ia". Apa yang kita pikirkan berbanding lurus dengan respon kita bahkan seperti apa jadinya kita di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pikirkanlah semua yang benar, semua yang baik dan mendatangkan damai sejahtera. Bersyukurlah karena diantara tangkai berduri, ada sekuntum mawar merah yang merekah indah.
Ada satu ilustrasi yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Sebagian besar dari kita pasti pernah merasakan betapa sakitnya sakit gigi. Saya sendiri belum pernah merasakannya, namun kata orang rasa sakitnya sampai ke ubun-ubun. Suatu kali ada seorang yang sedang sakit gigi dan ia nekat memakan setangkup ek krim cone. Sambil memegangi pipinya, ia menyalahkan penjual es krim yang sudah membuat giginya yang berlubang itu terasa sakit.
Konyol memang kalau kita membaca cerita di atas. Orang yang sakit tersebut menyalahkan penjual es krim, yang notabene tidak tahu menahu tentang sakit giginya. Dengan mudahnya kita pasti akan berpikir bahwa seharusnya orang tersebut menyadari bahwa penyebab yang sebenarnya adalah giginya yang sedang berlubang
Namun tidakkah kita sebenarnya seringkali bertindak seperti yang orang tersebut lakukan ? Kita marah-marah berkepanjangan karena pasangan kita lupa akan janjinya, frustasi karena gagal mendapatkan tender, depresi karena ditinggal oleh kekasih kita, putus asa karena gagal masuk perguruan tinggi yang kita idam-idamkan dll. Hal tersebut sama saja dengan saat kita menyalahkan penjual es krim pada saat gigi kita terasa sakit.
Pernahkah kita menyadari bahwa pada saat yang sama ada banyak orang yang mengalami hal yang sama namun memiliki respon yang berbeda ? Mereka sama-sama dikecewakan oleh pasangan, gagal dalam persaingan mendapatkan tender, ditinggal kekasih dan gagal tembus perguruan tinggi impian, namun tidak semua dari mereka memiliki respon marah-marah, frustasi, depresi, putus asa, dll.
Kembali kepada pertanyaan di atas. Apakah emosi adalah sekedar perasaan akibat dari kondisi di sekitar kita. Ternyata tidak. Emosi lebih tepatnya adalah respon kita terhadap sesuatu yang kita percayai. Penyebab utama dar emosi negatif adalah kepercayaan atau pikiran kita yang salah, kondisi di sekitar kita yang tidak menyenangkan hanyalah merupakan pemicu. Sama dengan ilustrasi di atas, es krim hanyalah pemicu sakit gigi, penyebab sebenarnya adalah gigi kita yang berlubang.
Bagaimana selama ini kita mengisi pikiran kita ? Apakah kita mengisi pikiran kita dengan pikiran pikiran negatif atau positif ? Saat kita gagal, apakah kita mengisi pikiran kita kita dengan pikiran bahwa masa depan kita akan hancur ataukah kita berpikir bahwa kegagalan adalah awal dari keberhasilan kita. Saat orang yang kita kasihi meninggalkan kita, apakah yang terlintas dalam pikiran kita adalah bahwa hidup kita pasti akan menderita ataukah kita mengisi pikiran kita dengan pengharapan ?
"Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dengan dirinya sendiri demikianlah ia". Apa yang kita pikirkan berbanding lurus dengan respon kita bahkan seperti apa jadinya kita di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pikirkanlah semua yang benar, semua yang baik dan mendatangkan damai sejahtera. Bersyukurlah karena diantara tangkai berduri, ada sekuntum mawar merah yang merekah indah.
1 komentar:
Thanks bu yo, I like this inspiration about Feeling:)
Posting Komentar